SELF INJURY
Self Harm/Self Injury pada Wanita
Self
injury atau yang biasanya juga disebut dengan Self Harm (SH), dalam artian luas
Self Injury adalah sebuah perilaku yang
termasuk Mental Disorder atau gangguan mental dengan cara menyakiti
ataupun melukai diri sendiri. Self Injury berbeda dengan perilaku bunuh diri.
Self Injury biasanya digunakan sebagai bentuk pelarian dari orang-rang yang
memiliki kecemasan, stres, dan perasaaan negatif lainnya, karena dengan
melakukan Self Injury individu akan merasa puas walaupun dengan melukai dirinya
sendiri, namun dengan seperti itu mereka dapat mempertahankan hidup dari
gangguan keadaan emosionalnya. Namun perlu digaris bawahi, sebuah penelitian
mengemukakan bahwa pelaku secara sebjek melakuakn Self Injury yang artinya
bahwa pelaku memiliki alasan berbeda-beda saat melakukan Self Injury, latar
belakang terjadinya Self Injury juga subjektif.
Self
Injury sendiri terdiri dari berbagai macamnya, yang pertama yaitu Self Injury
tidak besar atau Moderate pada jenis ini pelaku melukai diri sendiri namun
masih dalam taraf wajar. Yang kedua yaitu Self Injury sedang atau Stereo Typic
Self Injury pada taraf ini pelaku sudah tidak bisa dikatakan wajar lagi namun
bila dibiarkan terus menerus akan berakibat fatal. Yang ketiga, Self Injury
Besar atau Major Self Mutilation, pelaku memiliki trauma pada psikisnya atau
trauuma psiokologis atau gangguna jiwa yang sangat berat.
Pelaku
berharap dengan melakukan Self Injury dapat membebaskan dirinya atau mengatasi
diri dari gangguan emosi yang tidak dapat ditahannya dan mebuat dirinya tidak
nyaman. Self injury berhubungan langsung dengan riwayat trauma yang pernah
dialaminya dapat berupa kekerasan dan lain sebagainya. Dalam pandangan
masyarakat pada umumnya sering terjadi kesalahan dalam memandang perilaku Self
Injury, masyarakat menilai bahwa seseorang yanng melukai diri sendiri dilakukan
semata-mata hanya untuk mencari perhatian saja.
Salah
bentuk Self Injury yang sering dijumpai adalah dengan cara mengiris atau
menggores dana membakar kulit. Hal itu dilakukan menggunakan pisau, pecahan
kaca, silet, dan alat-alat yang tajam lainnya bahkan sampai tutup botol dari
besi dan kartu ATM. Pelaku self injury sangat kreatif dalam merahasiakan
alat-alat yang mereka gunakan untuk
melaukan Self Injury bahkan pelaku dapat menggunakan benda apa saja
untuk melangsungkan Self Injury. Sasaran tubuh yang utama adalah tangan lalu
kaki, begitu juga bagian dada, perut, paha, pahkan sampai pada alat kelamin.
Pelaku terkadang menuliskan nama atau kata-kata yang misalnya “jelek”. “gendut”
yang menurut pelaku telah melukai hatinya, hal itu dilakukan untuk memproyiksan
perasaan dan diri pelaku sendiri. Tidak sedikit pelaku juga melakukan Self
Injry dengan membeneturkan kepalanya di tembok.
Diatas
telah dijelaskan bahwa bunuh diri dan Self Injury merupakan dua perilaku yang
berbda, namun sedikit banyak perilaku melukai dan menyakiti diri sendiri dapat
mengarah dan mempengaruhi perilaku untuk bunuh diri. Namun dua hal ini tetap
saja berbeda. Banyak pelaku Self Injury tanpa niatan untuk membunuh dirinya
atau bunuh diri.
Pelaku
biasanya berdalih bahwa Self Injury terjadi begitu saja tanpa mereka sadari,
namun tidak sedikit pelaku Self Injury melakukannya karena hasil dari observasi
atau dapat diasrtika pelaku melihat orang lain, lalau meniru atau mencotoh
perilaku tersebut.Pelaku yang terlibat dalam Self Injury memiliki alasan
sendiri-sendiri dan alasannya itu kompleks bahkan seringkali sulit dimengerti oleh
beberapa atau sebagian orang. Karena itulah masyarakat pada umumnya melihat
perlakuan mereka aneh dan seolah-olah dianggap gila karena telah melukai atau
menyakiti tubuhnya sendiri dengan keadaan sadar dan tidak adanya paksaan dari
pihak manapun. Walaupun tidak seutuhnya, kebanyakan pelaku Self Injury
mengalami depresi, trauma masa lalu, frustasi, penyiksaan masa lalu adalah hal
yang paling utamabaik secara fisik, seksual, maupun emosional. Emosi yang tidak
terkontrol atau pelaku tidak dapat mengendalikannya ditambah dengan banyak
masalah yang mengitarinya membuat pelaku melakukan Self Injury dengan demikian
pelaku dapat meringankan beban pikiran dan emosinya.
Meskipun
pembahasan Self Injury masih terdengar dan terlihat tabu pada beberapa kalangan
masyarakat, telah banyak tulisan yang mengangkat isu-isu dari Self Injury itu
sendiri dan telah banyak skripsi dari mahasiswa psikologi yang mengangkat judulnya
dengan membahas mengenai Self Injury, tentu hal ini rupanya telah menajadi
perhatian dari beberapa kalangan. Misalnya tulisan jurnal maupun skripsi yang
telah mengangkat isu Self Injury adalah jurnal penelitian yang dilakukan oleh
salah satu mahasiswa jurusan Psikologi di Universitas Negeri Jakarta, peneliti
membahas mengenai perilaku Self Injury pada wanita di tahap perkembangan dewasa
awal, penelitian ini menggunakan metode kasus dengan subjek wanita yang
berinisial AL dan LT.
Di
sini isu yang akan diangkat Self Injury atau Self Harm pada subjek AL. Tertulis
dalam jurnal tersebut subjek AL melakukan Self Injury berlatar belakang dari
faktor keluarga. Banyak perlakuan menyimpang dari keluarganya terhadap subjek
AL, pola asuh keluarga yang tidak baik, masing-masing keluarga tidak berperan
sesuai dengan perannya, orang tuanya pun bersikap kasar dan memberikan contoh
yang tidak baik pada subjek AL. Belum
lagi subjek AL mengalami broken home sejak ia di bangku SD kelas 4, orang
tuanya sering bertengkar di hadapan subjek AL. Bahkan subjek pernah melakukan
percobaan bunuh diri karena merasa selalau disalahkan oleh ayahnya, sampai pada
akhirnya subjek merasakan kekecewaan yang mendalam. Subjek juga mempunyai
hubungan dengan lawan jenis atau berpacaran, bahkan hubungan subjek AL dengan
pacarnya tidak baik, ia pernah melakukan hubungan intim selama pacaran. Dan kompleksitas
masalah pada subjek ialah tidak harmonisnya keluraga, peran keluarga yang tidak
baik, selalu memendam masalah, serta putus cinta dan hubungan yang tidak baik.
Dari masalah-masalah itulah yang mendorong subjek melakkukan Self Harm. Subjek
AL melakukan Self Injury pertama kali ialah ketika subjek melihat kedua orang
tuanya bertengkar, intensitas subjek AL melakuakn Self Harm pun tergolong
sering, subjek AL melakukan Self Harm dengan menggunakan silet, setelah
melakukan Self Harm subjek merasa tenang karena dapat melepaskan
emiosi-emosinya. Simptomp atau gejala yang dirasakan subjek adalah merasa
gelisah, cemas, rendah diri, hingga melukai diri.
Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa) III dalam kasus subjek AL melakukan Self-Injury yang
dilatar belakangi karena keadaan keluarga atau broken home di masa lalunya
termasuk dalam diagnosa Gangguan Stres Pasca Trauma pada Aksis I. Subjek AL
selalu terbayang-bayang dari kejadian traumatik, yaitu broken home dan hubungan
tidak baik dengan pacar dan kejadian tersebut terjadi secara berulang-lang
(flashback). Adanya gangguan afek yaitu perasaan kecewa terhadap ayahnya yang
selalu menyalahkan subjek AL. Dalam Diagnosis Banding Gangguaan Cemas yaitu
cemas disebabkan trauma berat terjadi paada subjek AL yang mengalami trauma
broken home dan hubungan yang tidak baik dengan pacar karena telah melakukan
hubungan intim. Kemudian kilas balik kejadian, kesiagaan dan menghindari
stimulus yang berlebihan yang berhubungan dengan peristiwa traumatik terjadi
pada subjek AL yaitu peristiwa broken home terjadi pada masa kecilnya dan saat
kelas 4 SD subjek melihat orang tuanya bertengkar dan kejadian itu selalu
terbayang dalam ingatannya dan mebuat subjek AL meregulasi emosi itu dengan
melakukan self-injury. Gangguan tersebut terjadi selama lebih dari 1 bulan.
Pada Aksis
II dalam PPDGJ termasuk dalam diagnosa Gangguan Kepribadian Emosional Tak
Stabil Tipe Ambang (borderline), dengan pedoman diagnostik yaitu terdapat
kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara implusif tanpa
mempertimbangkan konsekuensinya , bersamaan dengan ketidak stabilan emosi,
yaitu ; subjek AL melakukan Self-Injury karena adanya simptomp kecemasan dan
kegelisahan yang menyebabkan emosinya tidak stabil. Lalu, pedoman adanya
implusitivitas dan kekurangan pengendalian diri, yaitu; subjek AL melakukan
self injury tanpa memikirkan konsekuensi yang meembahayakan bagi dirinya dan
hal itu dilakukan karena kurangnya pengendalian diri.
Menurut
pandangan saya, pada subjek AL merasakan bahwa masalah adaah suatu hal ada
keadaan yang sangat membebani dir dalam hidupnya. Hingga pada suatu titik
subjek AL mengubah signifikasi emosinya dengan cara meguatkan pola pikirnya
atau kognisinya yang menyatakan bahwa apapun yang menurutnya menyakitkan akan
diekspresikan dengan dengan cara yang menyakitkan pula atau bahkan lebih
menyakitkan. Dengan demikian subjek akan mendapatkan kelegaan dalam dirinya dan
merasa telah melampiaskan apa yang menjadi beban dalam dirinya.
Pendekatan
atau teori konseling yang relevan dengan kasus ini adalah Cognitive Behaviour
Therapy yang pada dasarnya memandang bahwa pola pikir setiap individu terbentuk
melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR) dan dalam proses ini menimbulkan
bagaiamana individu itu berpikir, merasa, dan bertindak. Pada aspek Kognitif,
individu bermasalah diharapkan dapat merubah pemikiran yang irasional menjadi
pemikiran yang rasioanal, mengubah pemikiran negatif menjadi pemikiran negatif,
dengan menekankan otak sebagai fokus utam7a untuk menganalisi, mengambil
keputusan, bepikir, bertindak, dan memutusakan kembali. Sedangkan pada aspek
behavior, memperbaiki atau membina hubungan baik antara situasi yang sedang
terjadi atau situasi masalahnya dengan kebiasaan merespon dari adanya
masalah-masalah tersebut.
Subjek
AL memandang bahwa suatu hal yang menyakitkan harus diekspresikan dengan hal
yang lebih menyakitkan lagi, tentu saja ini merupakan bagian dari pola
berpikir, dan cara pelampiasan subjek dengan melakukan Self Harm adalah adanya
hubungan yang tidak selaras antara permasalahan yang timbul dengan respon dari
adanya masalah.
Komentar
Posting Komentar